Usaha Yang Belum Selesai
Tahun 2004 beberapa orang petani penggarap mencoba mengadu nasib karena tidak mempunyai lahan sendiri untuk digarap. Semak belukar dan pohon perdu tersebut dibuka dengan manual, rawa yang dalamnya sebatas bahu tidak mereka hiraukan, ancaman dari hewan berbisa tidak mereka pedulikan demi untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Tanah rawa tersebut mereka usahakan supaya dapat ditanami, dua tahun lamanya mereka berusaha, dua tahun lamanya mereka bersabar agar lahan tersebut bisa ditanami tanpa menikmati hasil sedikitpun. Tahun 2006, tanah rawa itu mereka coba menanami dengan berbagai jenis tanaman sayuran, baru pada awal tahun 2007 mereka bisa menikmati hasilnya. Tanah yang semula tidak menghasilkan sudah dapat dinikmati, petani penggarap lain mulai berdatangan melihat hasil yang diperoleh.
24 orang petani mengantungkan hidupnya dibaliak mayang, pagi mereka mulai menggarap lahan sayur mereka, siang mereka istirahat sambil meminum air alami yang keluar dari mata air Pincuran Bonjo. Mata air yang terus mengeluarkan air walaupun musim kering sekalipun, sore hari mereka mengembalakan ternak diareal perbukitan disekitar lahan mereka.
Para tengkulak datang menawarkan diri untuk membeli, mereka petani, mereka butuh uang untuk menghidupi anak istri. Terpaksa mereka jual dengan harga yang rendah, kalau tidak hasil pertanian mereka tidak akan ada pembeli. Walaupun dibeli masih banyak hasil produksi sayuran mereka yang tidak laku, hanya diberikan untuk makan ternak.
Nopember 2007, timbul kesadaran untuk membentuk sebuah kelompok tani, kelompok tani mereka namakan Kelompok Tani Baliak Mayang, nama kelompok yang sesuai dengan nama hamparanĀ dimana mereka bercocok tanam. Mereka berfikir, dengan adanya usaha secara berkelompok, sesuatu pekerjaan akan mudah dikerjakan. Sejalan dengan itu mereka kumpulkan uang yang masih tersisa, uang tersebut mereka gunakan menyewa rumah penduduk yang tidak berpenghuni untuk menampung hasil produksi. Alhasil, berdirilah sebuah gudang penjualan yang dikenal dengan nama Sub Terminal Agribisnis (STA) yang juga mereka namakan Baliak Mayang.
Setiap anggota kelompok dilarang menjual langsung hasil produksinya kepada pedagang yang datang ke lahan, setiap anggota kelompok diwajibkan untuk menjual hasil produksinya ke STA yang telah didirikan. Mutu mereka jaga, sortiran diperketat, mereka tempatkan salah seorang anggota untuk mengelola STA tersebut.
Karena bagusnya mutu sayuran yang mereka hasilkan, para pedagang mulai banyak berdatangan, pedagang datang tidak hanya dari Kota Payakumbuh, tapi sudah berdatangan dari propinsi tetangga. Hasil produksi sudah dipasarkan ke pasar lokal Payakumbuh, Bukittinggi, Bangkinang, Pekanbaru, Duri, Dumai dan Bengkalis.
Tahun 2008, dengan semakin banyaknya permintaan barang timbul permasalahan modal dalam pengembangan usaha, mereka butuh uang yang lebih banyak untuk membuka lahan. Dalam beberapa kali musyawah akhirnya diputuskan untuk membentuk sebuah lembaga permodalan, mereka sisihkan sebagian dari pendapatan, uang tersebut dikumpulkan dan diberikan kepada anggota yang membutuhkan untuk pengembangan lahan usaha. Sejalan dengan itu mereka mencari informasi lembaga keuangan apa yang cocokĀ untuk mereka terapkan. Atas bimbingan dari Dinas Pertanian, mereka diperkenalkan kepada Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A). Dengan swadaya mereka kembali mengumpulkan uang untuk mengutus beberapa anggota mencari informasi mengenai kelembagaan ini.
Mei 2008, dengan bermufakat dengan kelompok tani lainnya Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) sudah berhasil mereka dirikan, 3 Juni 2008 Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) sudah mendapatkan badan hukum dengan nama LKMA Pincuran Bonjo, mereka menetapkan LKMA ini menjadi induk organisasi dengan unit-unitnya : unit pemasaran (STA Baliak Mayang dan Kios Saprodi), unit budidaya (Kelompok Tani Baliak, Kelompok Tani Ujuang Padang, Kelompok Tai Sei Baih, Kelompok Tani Ternak Subur Jaya, Kelompok Wanita Tani Bunga Setangkai), Unit Pupuk Organik, Unit Sarana dan Prasarana, Unit Penggalangan Dana.
70% dari jumlah anggota merupakan petani dibawah garis kemiskinan, Alhamdulillah 80% dari jumlah tersebut sudah dapat membeli kendaraan bermotor sendiri. Petani dalam kota maupun luar kota Payakumbuh juga sudah dapat menjual hasil produksinya ke STA Baliak Mayang, harga jual disusaikan dengan harga pasar. Perbandingannya, jika petani langsung menjual produksinya di dilahan atau menjual langsung ke pasar keuntungan didapat Rp. 500 per kilo, jika menjual langsung ke STA Baliak Mayang petani mendapatkan keuntungan Rp. 1500 s/d Rp. 2000 per kilonya, tergantung dari jenis dan mutu produksinya.
Melihat kegigihan dari pada anggota berbagai macam bantuan sudah diterima, diantaranya bantuan penguatan modal, bantuan peralatan, bantuan pembuatan embung, bantuan pembuatan rumah kompos jika ditotal telah mencapai lebih kurang Rp. 500 Juta.
Bagi mereka yang cukup mempunyai keahlian dibidangnya memberikan ilmunya berupa pelatihan kepada petani lain secara swadaya dengan mendirikan Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) yang mereka beri nama juga dengan Baliak Mayang. Bukan dari petani saja, P4S Baliak Mayang juga sudah menjadi tempat magangnya siswa sekolah pertanian.
Berbagai kunjungan berdatangan melihat secara langsung kegiatan dimana bersinergisnya beberapa kelembagaan, Kelompok Tani sebagai produksi, LKMA sebagai pemodal dan penyimpan, P4S sebagai ajang pelatihan, STA sebagai tempat pemasaran. Kunjungan yang datang mulai dari perorangan, kelompok bahkan instansi pemerintahan yang ada di Kota Payakumbuh, Propinsi Sumatera Barat bahkan dari Porpinsi tetangga.
Usaha yang mereka lakukan selama ini belum final, mereka belum merasa berhasil, karena masih banyak sudara-saudara yang lain yang membutuhkan bantuan, mereka berharap semoga semua petani bersatu, mari berbagi pengalaman demi mencapai kesejahteraan, mari menjadi raja dinegeri sendiri.
Disamping itu mereka juga masih membutuhkan bantuan baik pembinaan maupun bantuan teknologi, mereka petani, mereka masih butuh itu untuk lebih maju. Yach Usaha mereka belum selesai..