JENIS KOPERASI

Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk pengelompokan koperasi. Cara cara atau kriteria kriteria yang digunakan untuk pengelompokan itu tentunya dari suatu negara ke negara lain berbeda beda. Pengelompokan atau klasifikasi koperasi atau istilah apa pun yang digunakan, memang diperlukan mengingat adanya banyak perbedaan-perbedaan yang ditemukan di antara sesama koperasi, baik yang menyangkut ciri, sifat, fungsi ekonominya, lapangan usaha, ataupun afiliasi keanggotaannya dan sebagainya.

Untuk memisah-misahkan koperasi yang serba heterogen itu satu sama lainnya, Indonesia dalam sejarahnya menggunakan berbagai dasar atau kriteria seperti: lapangan usaha, tempat tinggal para anggota, golongan dan fungsi ekonominya. Pemisahan-pemisahan yang menggunakan berbagai kriteria seperti tersebut di atas itu selanjutnya disebut penjenisan. Dalam perkembangannya kriteria yang dipergunakan berubah-ubah dari waktu ke waktu.

[tx_row]
[tx_column size=”1/2″]

Baca juga :

[/tx_column]
[tx_column size=”1/2″]

Baca Lainya :

[/tx_column]
[/tx_row]

Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi (pasal 2), mengatakan sebagai berikut:

  1. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penjenisan koperasi ialah pembedaan koperasi yang didasarkan pada golongan dan fungsi ekonomi.
  2. Dalam peraturan ini dasar penjenisan koperasi ditekankan pada lapangan usaha dan atau tempat tinggal para anggota sesuatu koperasi.

Berdasarkan ketentuan seperti tersebut dalam pasal 2 PP 60/1959, maka terdapatlah 7 jenis koperasi (pasal 3) yaitu :

    1. Koperasi Desa
    2. Koperasi Pertanian
    3. Koperasi Peternakan
    4. Koperasi Perikanan
    5. Koperasi Kerajinan/Industri
    6. Koperasi Simpan Pinjam
    7. Koperasi Konsumsi.

 Jenis-jenis koperasi lain dapat didirikan asalkan sesuai dengan Undang-Undang Koperasi dan Peraturan Pemerintahnya.

Dalam perkembangan banyak koperasi-koperasi tunggal usaha untuk menyesuaikan dengan kebutuhan yang makin meluas dari anggotanya, berkembang menjadi koperasi serba usaha. Pada umumnya koperasi-koperasi serba usaha di Indonesia itu dimulai dari Koperasi Kredit. 

Kemungkinan di daerah-daerah pertanian. perkembangan koperasi serba usaha itu besar sekali, karena:

  1. Adanya tali persaudaraan di antara anggota masyarakat desa /pertanian yang masih kuat. Sebagaimana kita ketahui perasaan keterkaitan satu sama lainnya dalam masyarakat desa adalah besar sekali
  2. Terdapatnya kepentingan-kepentingan bersama atau kebersamaan dalam kehidupan sosial maupun dalam kehidupan ekonomi masyarakat desa/masyarakat pertanian.
  3. Terdapat rangkaian pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan dengan irama dan terikat pada waktu-waktu tertentu menurut urutan, misalnya membuka tanah, menyemai bibit dan seterusnya.
  4. Pekerjaan di lapangan pertanian sangat terpengaruh oleh musim.

Lalu bagaimana sebaiknya koperasi-koperasi di Indonesia itu dibangun? Memang sebaiknya koperasi-koperasi di Indonesia itu bersifat serba usaha, terutama bagi koperasi-koperasi yang berada di desa/daerah pertanian, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

  1. Pada umumnya di desa-desa tenaga pimpinan koperasi hanya sedikit. Karena itu tenaga yang ada harus digunakan seefisien-efisiennya dalam arti bahwa tenaga yang tersedia itu harus dapat untuk melakukan berbagai kegiatan.
  2. Bahwa kalau beberapa usaha itu digabungkan, biayanya akan lebih murah.
  3. Bahwa bilamana dalam suatu. masyarakat hanya satu kepentingan saja yang diselenggarakan, maka tidak semua anggota masyarakat merasa berkepentingan untuk ikut serta, sehingga akhirnya usaha tersebut tidak dapat dilaksanakan.

Namun, disamping kebaikan-kebaikan atau kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh koperasi serba usaha itu, harus diingat bahwa: 

  1. Suatu koperasi yang mempunyai beberapa jenis kegiatan, maka disamping diperlukannya seorang yang mampu melakukan koordinasi dan pengawasan atas berbagai kegiatan, juga untuk masingmasing jenis kegiatan tersebut diperlukan seseorang yang bertanggung jawab atas kegiatan unit tersebut.
  2. Belum tentu bahwa masing-masing kegiatan usaha tersebut dapat berjalan secara bersamaan, misalnya Koperasi Produksi, pada dasarnya ingin mempunyai daerah pemasaran yang luas dan ingin menjual produk-produknya di pasar bebas, tidak terbatas pada anggota-anggotanya saja. Di lain pihak Koperasi Kredit, dengan pertimbangan risiko serta pengamanan dananya, cenderung untuk membatasi wilayah pemasarannya, yaitu kepada anggota-anggotanya sendiri.

Memasuki era tahun 1970an dan seterusnya bermacam- macam jenis koperasi baik tingkatan primer maupun tingkatan sekunder bermunculan bersamaan dengan meluasnya kriteria yang digunakan dalam penjenisan, seperti BUKOPIN, Koperasi Asuransi Indonesia, Koperasi Jasa Audit, Koperasi Pembiayaan Indonesia (KPI), Koperasi Unit Desa dan sebagainya, sehingga menambah jumlah deretan jenis koperasi yang telah ada sebelumnya. Hal ini membuktikan bahwa gerakan koperasi di Indonesia selalu mengikuti perkembangan perekonomian dunia dan segala aspek kehidupan ekonomi masyarakat yang selalu berkembang.

  • Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN).

Didirikan oleh 9 buah Koperasi tingkatan Induk yang berkedudukan di Jakarta, yaitu: Induk Koperasi TNI Angkatan Darat (INKOPAD), Induk Koperasi TNI Angkatan Laut (INKOPAL), Induk Koperasi TNI Angkatan Udara (INKOPAU), Induk Koperasi Kepolisian (INKOPOL), Induk Koperasi Pegawai Negeri (IKPN), Induk Koperasi Perikanan Indonesia (IKPI), Induk Koperasi Veteran Republik Indonesia (INKOVERI) dan Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI). Bukopin mendapat persetujuan badan hukumnya pada tanggal 10 Juli 1970 tetapi usaha perbankannya baru dimulai pada bulan Maret 1971. Tetapi pada tanggal 25 Februari 1993 status badan hukum Bukopin telah diubah dari badan hukum Koperasi menjadi badan hukum Perseroan Terbatas.

  • Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK).

Untuk menyongsong pertumbuhan berbagai jenis koperasi, yang dalam perkembangannya tentu akan menyebabkan kenaikan jumlah dana/modal yang akan diminta oleh gerakan koperasi, maka pada tahun 1970, pemerintah, dalam hal ini Departemen Transmigrasi dan Koperasi telah mendirikan Lembaga Jaminan Kredit Koperasi (LJKK). Kelahiran lembaga baru ini dengan sendirinya. disambut dengan gembira oleh gerakan koperasi, karena sebagaimana kita ketahui umumnya koperasikoperasi di Indonesia mengalami kesulitan dalam mencari kredit dari bank, karena tidak dimilikinya jaminan yang cukup atas kredit yang dimintanya.

Tugas utama dari LJKK di antaranya adalah:

    • Memberikan jaminan kepada Bank atas kredit yang diminta oleh koperasi.
    • Berpartisipasi dalam permodalan koperasi.

Tentang berapa besarnya jaminan yang bisa diberikan kepada koperasi ditentukan oleh besarnya kemungkinan risiko (risk probability). Untuk modal kerja misalnya jaminan bisa diberikan 100%, sedangkan untuk penyaluran konsinyasi karena risikonya rendah bisa 15%. 

Pada tahun 1980 peranan dari Lembaga Jaminan Kredit ini ditingkatkan dengan didirikannya Perum Pengembangan Keuangan Koperasi (Perum PKK) dan dengan berdirinya Perum tersebut LJKK dibubarkan. Jika LJKK itu adalah lembaga di bawah naungan Departemen Perdagangan dan Koperasi, maka Perum PKK berada di bawah naungan Departemen Keuangan.

  • Koperasi Asuransi Indonesia (KAI) 

Didirikan pada tanggal 20 Oktober 1976 dengan nama Koperasi Jaminan Karya Rakyat, yang kemudian diubah menjadi Koperasi Asuransi Kredit Indonesia pada tahun 1980. Digunakannya nama Koperasi Jaminan Karya Rakyat pada waktu didirikan, disebabkan karena peraturan yang ada pada waktu itu hanya memperbolehkan organisasi yang berbadan hukum PT saja yang boleh bergerak di bidang asuransi. Koperasikoperasi pendiri dari KAI adalah: Inkopad, IKPN, IKPI, Puskud Jawa Barat, Puskud Jawa Tengah, Puskud Jawa Timur, GKBI, Puskud Mataram, D.I.Yogyakarta, Koperasi Simpan Pinjam Jasa Pekalongan dan Koperasi Wanita Wijaya Kusuma Surabaya. Koperasi Asuransi Indonesia ini memberikan berbagai jenis jasa asuransi bagi anggotaanggota koperasi dan masyarakat umum.

Pada akhir tahun 1995, K.A.I. telah mempunyai 2.567.798 pemegang polis, menduduki urutan ke4 dalam deretan asuransiasuransi jiwa di Indonesia dalam hal jumlah penjualan polis.

  • Koperasi Unit Desa (KUD).

Pembentukan Koperasi Unit Desa didahului dengan berdirinya BUUD / KUD (BadanUsaha Unit Desa / Koperasi Unit Desa) yang mendasarkan pada Inpres No. 4 Tahun 1973.

Tujuan dari pembentukan Koperasi Unit Desa ini adalah :

  1. Menjamin terlaksananya, program peningkatan produksi pertanian, khususnya produksi pangan secara efektif dan efisien.
  2. Memberikan kepastian bagi para petani produsen khususnya, serta masyarakat desa pada umumnya, bahwa mereka tidak hanya mempunyai tanggung jawab untuk ikut serta meningkatkan produksi sendiri, tetapi juga secara nyata dapat memetik dan menikmati hasilnya guna meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraannya.

Petunjuk Operasional Pembinaan dan Pengembangan KUD Mandiri, Suatu KUD dapat dinyatakan mandiri, jika memenuhi persyaratan sebagai berikut: 

  1. Mempunyai anggota penuh minimal 25% dari jumlah anggota penduduk dewasa yang memenuhi persyaratan keanggotaan KUD daerah kerjanya.
  2. Dalam rangka meningkatkan produktivitas usaha anggota maka pelayanan kepada anggota minimal 60% dari volume usaha KUD secara keseluruhan.
  3. Minimal tiga tahun buku berturutturut RAT dilaksanakan tepat waktunya sesuai petunjuk dinas.
  4. Anggota Pengurus dan Badan Pemeriksa semua berasal dari anggota KUD dengan jumlah maksimal untuk Pengurus 5 Anggota dan Badan Pemeriksa 3 orang.
  5. Modal sendiri KUD minimal Rp 25 juta.Hasil audit laporan keuangan layak tanpa catatan (unqualified opinion).
  6. Batas toleransi deviasi usaha terhadap rencana usaha KUD (Program dan Non Program) sebesar 20%.
  7. Rasio Keuangan: Likuiditas antara 150% s/d 200%,Solvabilitas, minimal 100%
  8. Total volume usaha proporsional dengan jumlah anggota dengan minimal ratarata Rp 250.000, per anggota per tahun.
  9. Pendapatan kotor minimal dapat menutup biaya berdasarkan prinsip efisiensi
  10. Sarana usaha layak dan dikelola sendiri.
  11. Tidak ada penyelewengan dan manipulasi yang merugikan KUD oleh Pengelola KUD.
  12. Tidak mempunyai tunggakan.
  • Koperasi Jasa Audit.

Koperasi Jasa Audit yang pertama didirikan adalah KJA Nur’aini di Yogyakarta pada tanggal 20 Januari 1982 dan kemudian pada tahun itu juga disusul oleh KJA Soca Baskara di Jawa Timur, KJA Kertha Jasa di Bali, KJA Ainun di Kalimantan Selatan, KJA Pembina di Sulawesi Utara, KJA Handayani di Sumatera Utara dan KJA Andika di Jawa Barat.

Dalam tahun 1983 disusul dengan pendirian sebuah KJA Pelita di Nusa Tenggara Barat dan pendirian KJA Duta Karya di Jawa Tengah pada tanggal 27 Januari 1984, mendahului berdirinya KJA Nasional yang didirikan pada tanggal 29 Mei 1984 di Jakarta. Koperasi Jasa Audit Nasional (KJAN) itu didirikan oleh 21 Koperasi yang terdiri dari Koperasi Jasa Audit tingkat Dati I dan 13 Koperasikoperasi Sekunder tingkat Nasional

  • Koperasi Pembiayaan Indonesia (KPI).

KPI yang didirikan pada tahun 1990 ini mulamula didirikan oleh 10 buah koperasi dan kini anggotanya telah menjadi 24 buah koperasi, yaitu: Inkopabri, Inkopad, GKBI, Inkopal, Inkoppol, Puskud Bali, Koperasi Jasa Usaha Bersama (KJUB) Puspeta Luwu (Sulsel), Puskud Jateng, Puskopelra, Puskopad Kostrad, KPN Depkop dan PPK, Koperasi Rotan Sabang, Koperasi Tani Tambak (KTT) Bangil, Kopkar Bumiputera, Koperasi Pegawai Bulog, Kospin Jasa Pekalongan, Kopkar Saprotan Indoharti, Koperasi Jasa Perbukuan Indonesia (KJPI), Kopkar KPI, Koperasi Pegawai KUD Kediri dan Cooperative Business Intemational (CBI) Amerika Serikat.

Izin operasi dari KPI diberikan oleh Departemen Keuangan pada tahun l991,yang meliputi Leasing, Factoring dan Venture Capital. Jenisjenis usaha ini benarbenar merupakan jenis baru bagi gerakan koperasi di Indonesia.

  • Koperasi Distribusi Indonesia

Sebagai akibat dari krisis moneter yang melanda perekonomian Indonesia menjelang akhir abad ke 20, terjadilah lonjakan harga serta kelangkaan bahan pokok seharihari. Menghadapi keadaan yang demikian ini, Koperasi-koperasi sekunder tingkat nasional (Induk-Induk Koperasi) pada tanggal 19 juli 1998 membentuk konsorsium Distribusi Indonesia.

Dengan mempertimbangkan legalitas untuk menjalankan tugas dan misi koperasi, pada tanggal 12 Agustus 1998 konsorsium tersebut diubah menjadi Koperasi Distribusi Indonesia, disingkat KDI yang disyahkan dengan Surat Keputusan Menteri Koperasi & PKM No. 23/BH/M.1/98 pada tanggal 1 September 1998 sampai dengan 31 Desember 1999 jumlah anggota KDI adalah 13 Induk-Induk Koperasi

BENTUK KOPERASI

Dalam PP No. 60 Tahun 1959 (pasal 13 Bab IV) dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan bentuk koperasi ialah tingkat-tingkat koperasi yang didasarkan pada cara-cara pemusatan, penggabungan dan perindukannya.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka terdapatlah 4 bentuk koperasi yaitu:

  1. Primer
  2. Pusat
  3. Gabungan 
  4. Induk.

Keberadaan dari masing-masing bentuk koperasi tersebut, disesuaikan dengan wilayah administrasi pemerintahan, seperti tersebut dalam pasal 18 dari PP 60/59, yang mengatakan bahwa:

  1. Di tiap-tiap, Desa ditumbuhkan Koperasi Desa.
  2. Di tiap-tiap Daerah Tingkat II ditumbuhkan Pusat Koperasi.
  3. Di tiap-tiap, Daerah Tingkat I ditumbuhkan Gabungan Koperasi.
  4. Di Ibu kota ditumbuhkan Induk Koperasi.

UndangUndang No. 12/1967 tentang Pokokpokok Perkoperasian masih mengaitkan bentuk-bentuk koperasi itu dengan wilayah administrasi Pemerintahan (pasal 16) tetapi tidak secara ekspresif mengatakan bahwa koperasi Pusat harus berada di Ibukota Kabupaten dan Koperasi Gabungan harus berada di Tingkat Propinsi seperti yang tertera dalam PP 60/59. Pasal 16 butir (1) Undangundang No. 12 /67 hanya mengatakan: daerah kerja Koperasi Indonesia pada dasarnya didasarkan pada kesatuan wilayah administrasi Pemerintahan dengan memperhatikan kepentingan ekonomi.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas maka tidak mengherankan, jika suatu koperasi, seperti Koperasi Pegawai Negeri, Pusatnya umumnya berkedudukan di Ibukota Kabupaten, sedangkan jenis koperasi yang lain seperti KUD, Pusatnya berkedudukan di ibukota Propinsi.

Perbedaan dalam pembentukan atau pemusatan koperasi yang dikaitkan dengan administrasi pemerintahan, rupanya tidak hanya terdapat antara suatu jenis koperasi dengan jenis koperasi lain, seperti antar jajaran Koperasi  Unit Desa dan jajaran Koperasi Pegawai Negeri, tetapi ternyata perbedaan seperti tersebut di atas juga ditemukan dalam jajaran satu jenis koperasi sendiri. Sebagai contoh dapat kita lihat pada jajaran Koperasi Pegawai Negeri, pada tingkat propinsi.

  • Induk Koperasi pegawai Negeri Republik Indonesia (IKPNRI) berkedudukan di ibukota Negara. Anggotaanggotanya adalah Gabungan Koperasi Pegawai Negeri.
  • Gabungan Koperasi Pegawai Negeri (GKPN) berkedudukan di Ibukota Propinsi.

Anggota-anggota dari GKPN ini adalah Pusat Koperasi Pegawai Negeri yang berada di Ibukota Kabupaten-kabupaten. Tetapi ada beberapa jajaran Koperasi Pegawai Negeri pada Tingkat Propinsi yang tidak menggunakan nama Gabungan Koperasi Pegawai Negeri, tetapi memakai nama Pusat Koperasi Pegawai Negeri Tingkat seperti yang terdapat di Propinsi Sumatera Barat, Lampung, Jambi, DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, NTT, Sulawesi Tenggara, Maluku, Irian Jaya dan Timor Timur. Anggota dari koperasikoperasi tersebut adalah Koperasikoperasi Primer.

  • Pusat Koperasi Pegawai Negeri (PKPN), yang berkedudukan di ibukota Kabupaten, anggotaanggotanya adalah Koperasi Pegawai Negeri.
  • Koperasi Pegawai Negeri (KPN) yang anggotanya adalah orangorang dan mempunyai wilayah kerja Kecamatan atau berada dalam lembaga Pemerintah atau di sekolahsekolah atau di kecamatankecamatan yang selanjutnya disebut sebagai KPN Primer.

Jadi pada jajaran Koperasi Pegawai Negeri ini di Ibukota Propinsi bisa terdapat Gabungan Koperasi Pegawai Negeri, tetapi bisa juga Pusat Koperasi Pegawai Negeri, yang selanjutnya disebut PKPN Tingkat I. Hal ini dimungkinkan dan tidak melanggar undangundang, karena undangundang sebelumnya yaitu Undangundang No. 12/1967, tidak mengatakan secara ekspresif bahwa Koperasi Pusat harus berada di Ibukota Kabupaten dan Koperasi Gabungan harus berada di Ibukota Propinsi, meskipun undangundang tersebut masih mengaitkan bentukbentuk koperasi itu dengan wilayah administrasi pemerintahan (pasal 16).

Selanjutnya koperasi yang anggota-anggotanya adalah orang-orang disebut Koperasi Primer, sedangkan koperasi yang anggota-anggotanya adalah organisasi koperasi disebut Koperasi Sekunder.

Kalau kita pelajari dan teliti lebih lanjut sesungguhnya bentukbentuk koperasi, yaitu Pusat, Gabungan dan Induk itu merupakan hasil dari penjenjangan koperasi. Untuk penjenjangan ini, Undangundang No. 12/1967 memilih istilah pemusatan, sebagaimana tertera dalam pasal 15 yang mengatakan:

  1. Sesuai dengan kebutuhan dan untuk maksudmaksud efisiensi, koperasi dapat memusatkan diri dalam koperasi tingkat atas.
  2. Koperasi tingkat terbawah sampai tingkat teratas dalam hubungan pemusatan sebagai tersebut dalam ayat (1) pasal ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahpisahkan.

Demikian semoga bermanfaat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mulai Chat
💬 Need help?
WA Pincuranbonjo
Hallo Sobat, apa yg bisa kami bantu?