[tx_animate animation=”fadeIn” duration=”1″ delay=”.4″ inline=”no”]
Membesarkan belut hingga siap panen dari bibit umur 1-3 bulan butuh waktu tujuh bulan. Namun, Ruslan Roy, peternak sekaligus eksportir di Jakarta Selatan, mampu menyingkatnya menjadi empat bulan. Kunci suksesnya antara lain terletak pada media dan pengaturan pakan.

Belut yang dipanen Ruslan rata-rata berbobot 400 g/ekor. Itu artinya sama dengan bobot belut yang dihasilkan peternak lain. Cuma waktu pemeliharaan yang dilakukan Ruslan lebih singkat tiga bulan dibanding mereka. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan Ruslan pun jauh lebih rendah. Selain menekan biaya produksi, panen dalam waktu singkat itu mampu mendongkrak ketersediaan pasokan, ujar Ruslan.

Pemilik PT Dapetin di Jakarta Selatan itu hanya mengeluarkan biaya Rp 8.000 untuk setiap kolam berisi 200 ekor. Padahal, biasanya para peternak lain paling tidak menggelontorkan Rp 14.000 untuk pembesaran jumlah yang sama. Semua itu karena Ruslan menggunakan media campuran untuk pembesarannya.

Baca Juga :

Media campuran

Menurut Ruslan, belut akan cepat besar jika medianya cocok. Media yang digunakan ayah tiga anak itu terdiri dari lumpur kering, kompos, jerami padi, pupuk TSP, dan mikroorganisme stater. Peletakkannya diatur: bagian dasar kolam dilapisi jerami setebal 50 cm. Di atas jerami disiramkan 1 liter mikroorganisma stater. Berikutnya kompos setinggi 5 cm. Media teratas adalah lumpur kering setinggi 25 cm yang sudah dicampur pupuk TSP sebanyak 5 kg.

Karena belut tetap memerlukan air sebagai habitat hidupnya, kolam diberi air sampai ketinggian 15 cm dari media teratas. Jangan lupa tanami eceng gondok sebagai tempat bersembunyi belut. Eceng gondok harus menutupi ¾ besar kolam, ujar peraih gelarMaster of Management dari Philipine University itu.

Bibit belut tidak serta-merta dimasukkan. Media dalam kolam perlu didiamkan selama dua minggu agar terjadi fermentasi. Media yang sudah terfermentasi akan menyediakan sumber pakan alami seperti jentik nyamuk, zooplankton, cacing, dan jasad-jasad renik. Setelah itu baru bibit dimasukkan.

Pakan hidup

Berdasarkan pengalaman Ruslan, sifat kanibalisme yang dimiliki Monopterus albus itu tidak terjadi selama pembesaran. Asal, pakan tersedia dalam jumlah cukup. Saat masih anakan belut tidak akan saling mengganggu. Sifat kanibal muncul saat belut berumur 10 bulan, ujarnya. Sebab itu tidak perlu khawatir memasukkan bibit dalam jumlah besar hingga ribuan ekor. “Dalam 1 kolam berukuran 5 m x 5 m x 1 m, saya dapat memasukkan hingga 9.400 bibit,” katanya.

Pakan yang diberikan harus segar dan hidup, seperti ikan cetol, ikan impun, bibit ikan mas, cacing tanah, belatung, dan bekicot. Pakan diberikan minimal sehari sekali di atas pukul 17.00. Untuk menambah nafsu makan dapat diberi temulawak Curcuma xanthorhiza. Sekitar 200 gram temulawak ditumbuk lalu direbus dengan 1 liter air. Setelah dingin, air rebusan dituang ke kolam pembesaran. “Pilih tempat yang biasanya belut bersembunyi,” ujar Ruslan.

Pelet ikan dapat diberikan sebagai pakan selingan untuk memacu pertumbuhan. Pemberiannya ditaburkan ke seluruh area kolam. Tak sampai beberapa menit biasanya anakan belut segera menyantapnya. Pelet diberikan maksimal tiga kali seminggu. Dosisnya 5% dari bobot bibit yang ditebar. Jika bibit yang ditebar 40 kg, pelet yang diberikan sekitar 2 kg.

Hujan buatan

Selain pakan, yang perlu diperhatikan kualitas air. Bibit belut menyukai pH 5-7. Selama pembesaran, perubahan air menjadi basa sering terjadi di kolam. Air basa akan tampak merah kecokelatan. Penyebabnya antara lain tingginya kadar amonia seiring bertumpuknya sisa-sisa pakan dan dekomposisi hasil metabolisme. Belut yang hidup dalam kondisi itu akan cepat mati, ujar Son Son. Untuk mengatasinya, pH air perlu rutin diukur. Jika terjadi perubahan, segera beri penetralisir.

Kehadiran hama seperti burung belibis, bebek, dan berang-berang perlu diwaspadai. Mereka biasanya spontan masuk jika kondisi kolam dibiarkan tak terawat. Kehadiran mereka sedikit-banyak turut mendongkrak naiknya pH karena kotoran yang dibuangnya. Hama bisa dihilangkan dengan membuat kondisi kolam rapi dan pengontrolan rutin sehari sekali, tutur Ruslan.

Suhu air pun perlu dijaga agar tetap pada kisaran 26-28oC. Peternak di daerah panas bersuhu 29-32oC, seperti Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi, perlu hujan buatan untuk mendapatkan suhu yang ideal. Son Son menggunakan shading net dan hujan buatan untuk bisa mendapat suhu 26oC. Bila terpenuhi pertumbuhan belut dapat maksimal, ujar alumnus Institut Teknologi Indonesia itu.

Shading net dipasang di atas kolam agar intensitas cahaya matahari yang masuk berkurang. Selanjutnya tiga saluran selang dipasang di tepi kolam untuk menciptakan hujan buatan. Perlakuan itu dapat menyeimbangkan suhu kolam sekaligus menambah ketersediaan oksigen terlarut. Ketidakseimbangan suhu menyebabkan bibit cepat mati, ucap Son Son.

Hal senada diamini Ruslan. Jika tidak bisa membuat hujan buatan, dapat diganti dengan menanam eceng gondok di seluruh permukaan kolam, ujar Ruslan. Dengan cara itu bibit belut tumbuh cepat, hanya dalam tempo 4 bulan sudah siap panen.

Bak itu sekadar tempat singgah. Setelah 1-2 hari dikarantina, belut yang terkumpul itu disortir. Belut kualitas ekspor dipilih berbobot 200-250 g/ekor dan panjang 40-60 cm. Syarat lain: kulit mulus dan lincah bergerak. Belut kemudian dikemas dalam kantong plastik berdiameter 50 cm, lalu diberi 2 liter air. Satu kantong plastik berisi 20 kg. Setelah diberi oksigen, kantong itu diikat dan dimasukkan ke dalam dus ukuran 70 cm x 70 cm x 60 cm untuk keesokan hari diangkut ke bandara.

Ardiyan menerbangkan 4-5 ton/bulan belut ke Singapura, Hongkong, dan Korea. Dengan harga jual US$4,5 atau setara Rp40.950 per kg (kurs 1 US$D=Rp9.100), Ardiyan meraup omzet Rp163,8-juta-Rp204,7-juta/bulan. Setelah dikurangi biaya pembelian belut dari para plasma, ongkos kirim, dan biaya operasional lain, Ardiyan mengutip laba Rp5.000-Rp7.000/kg. Setidaknya Rp20-juta-Rp35-juta mengalir ke koceknya setiap bulan.

Jumlah itu tak seberapa dibanding banyaknya permintaan yang terus mengalir. ‘Singapura minta dipasok 1 ton/hari, Hongkong 5-10 ton/pekan, dan Korea 3 ton/hari,’ tutur alumnus Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Solo itu. Beberapa negara Uni Eropa seperti Belanda dan Belgia juga menanti pasokan masing-masing 23 ton dan 20 ton per tahun.

Menurut Pusat Informasi Pasar Asia Pasifik Kedutaan Besar Kanada di Beijing, Cina, selain Hongkong dan Korea, negara konsumen belut lainnya adalah Jepang, Amerika Serikat, dan Kanada. Jepang terbesar dengan kebutuhan 130.000-140.000 ton/tahun. Pasokan selama ini diperoleh dari Cina. Negeri Tirai Bambu itu dikenal sebagai produsen belut terbesar di dunia. Ia memasok 70% dari total kebutuhan belut dunia yang mencapai 230.000 ton/tahun. Artinya, ceruk pasar belut dunia yang belum terisi sekitar 69.000 ton per tahun.

Badan Pusat Statistik mencatat, volume ekspor dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada 2004, volume ekspor hanya 42.581 kg. Setahun berikutnya melonjak menjadi 106.687 kg.

Permintaan belut tak hanya mengalir dari mancanegara. Ardiyan menuturkan pasar lokal juga menantang. Sentra makanan olahan di Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, butuh pasokan 7-8 ton/hari, Solo dan Klaten 8 ton/hari, dan Jakarta 2 ton/hari. Dari jumlah itu baru sekitar 500-700 kg/bulan yang terpenuhi.

(sumber:hermansyah, mustang89.com)
[/tx_animate]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Mulai Chat
💬 Need help?
WA Pincuranbonjo
Hallo Sobat, apa yg bisa kami bantu?